Dilihat 0 kali
SIMALUNGUN, Musibah tenggelamnya KM Sinar Bangun di perairan Danau Toba, Sumatera Utara pekan lalu masih menjadi perhatian. Sejak kapal tersebut tenggelam, proses evakuasi dan pencarian korban terus dilakukan.
Hingga
saat ini, Selasa (26/6/2018), ada sekitar 22 orang korban yang telah
ditemukan, tiga orang di antaranya ditemukan dalam kondisi meninggal
dunia. Adapun jumlah penumpang kapal motor tersebut diperkirakan
mencapai 188 orang.
Jumlah pasti
penumpang KM Sinar Bangun sulit ditentukan lantaran tidak adanya
manifes penumpang. Diperkirakan pula, masih banyak korban yang terjebak
di dalam bangkai kapal tersebut.
Oleh karena itu, Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi berharap bangkai KM Sinar Bangun dapat segera diangkat.
Selain untuk mengevakuasi para korban, investigasi penyebab tenggelamnya kapal pun pada akhirnya dapat dilakukan.
"Jika
kapal itu bisa diangkat, kita bisa menemukan jenazah-jenazah, tetapi
dari segi teknis KNKT dapat mengevaluasi apa jenis bentuk rancang bangun
kestabilan yang ada pada kapal itu memenuhi syarat atau tidak," kata
Budi di Mabes Polri.
Di samping
itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan dari sisi administrasi. Ia memberi
contoh antara lain surat-surat izin maupun pengecekan.
Tim
gabungan yang dikoordinasi Basarnas telah menemukan dan
mengidentifikasi KM Sinar Bangun. Basarnas bersama "Mahakarya Geo
Survey" Ikatan Alumni ITB telah mengerahkan peralatan untuk mencari KM
Sinar Bangun.
Dari identifikasi
yang dilakukan, diketahui posisi KM Sinar Bangun berada pada koordinat
2,47 derajat lintang utara dan 98,6 derajat bujur timur.
Adapun posisi kapal diperkirkan pada kedalaman 450 meter di bawah permukaan air.
Adapun posisi kapal diperkirkan pada kedalaman 450 meter di bawah permukaan air.
Sulitnya untuk mengevakuasi bangkai kapal dan korban yang hilang diduga akibat tumbuhan ganggang yang ada di danau toba.
Diduga
para korban terperangkap dalam badan kapal dan atau terbelit oleh
ganggang yang tumbuh di dasar danau tersebut. Tumbuhan ini disebut
seperti hutan lebat yang menghalangi proses evakuasi.
Dugaan itu diungkapkan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono.
Dugaan itu diungkapkan Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono.
Soerjanto
mengaku, dari informasi yang diperolehnya dari penduduk setempat
tanaman sejenis ganggang atau rumput laut itu tegak lurus dari dasar
danau.
Tanaman ini, kata dia,
berdiri tegak menuju permukaan karena mencari sinar matahari. ''Ganggang
ini setinggi 40-60 meter dari dasar danau. Jadi kalau ada penumpang
meninggal dan seharusnya mengapung tetapi tak bisa karena terhalang
ganggang dan dia terllilit,'' katanya saat dihubungi republika, Jumat
(22/6/2018) malam.
Ucapan masyarakat tersebut bukan isapan jempol belaka. Soenarjo pernah membuktikan sendiri keberadaan ganggang ini.
Ia
menceritakan, saat tengah mencari dan menyisir helikopter yang juga
tenggelam di danau ini, pihaknya sempat kesulitan dengan keberadaan
ganggang tersebut.
Helikopter
itu juga tak terlihat dari permukaan air danau. Kemudian KNKT menarik
helikopter ini menggunakan semacam jangkar dan ditarik menggunakan kapal
boat ternyata ada tanaman itu yang terbawa dengan panjang sekitar 60
meter. ''Ada yang batangnya mencapai sebesar jempol,'' katanya.
Belum
lagi kendala luasnya danau. Ia menyebut luas Danau Toba jika diukur
jarak ibarat satu mobil melakukan perjalanan darat mengelilingi tempat
ini dan kembali ke tempat yang sama membutuhkan waktu sekitar 14 jam.
Disinggung mengenai mengangkat semua ganggang ini untuk mempermudah penemuan mayat dan bangkai kapal, ia menyebut mustahil.
Menurutnya tanaman ini ada di banyak sudut Danau Toba. Mengenai kemungkinan menyelam dan mencari mayat penumpang atau bangkai kapal, ia juga pesimistis.
''Karena mayat ada di dasar danau yang kedalamannya sekitar 800 meter. Jadi tidak mungkin orang bisa menyelam dan mencari karena batas kedalaman orang bisa menyelam sampai 30 meter saja,'' katanya.
Menurutnya tanaman ini ada di banyak sudut Danau Toba. Mengenai kemungkinan menyelam dan mencari mayat penumpang atau bangkai kapal, ia juga pesimistis.
''Karena mayat ada di dasar danau yang kedalamannya sekitar 800 meter. Jadi tidak mungkin orang bisa menyelam dan mencari karena batas kedalaman orang bisa menyelam sampai 30 meter saja,'' katanya.
Jadi, ia pesimis mayat
yang terletak di dasar danau bisa ditemukan. Pun demikian dengan bangkai
kapal. Ia menganalogikan danau ini seperti hutan dan tanaman tersebut
seperti pohon setinggi 60 meter.
''Begitu
truk kalau jatuh ke hutan itu kalau dilihat dari atas kan hilang, tidak
bisa terlihat. Cuma ini di dalam air,'' ujarnya.
Kendati
demikian, pihaknya tetap berupaya menemukan bangkai KM ini dengan
menyisirnya. Untuk mempermudah, pihaknya telah menerjunkan alat-alat
bantuan dari Angkatan Laut (AL) hingga Badan SAR Nasional untuk survei
underwater seperti scansonner, multipin AL.
''Selain
itu, kami juga wawancara penumpang selamat, saksi, mengolah data awal,
dan akan menganalisa di Jakarta. Jadi analisanya lebih akurat,'' katanya
Audit keselamatan
Apabila
kemudian dilakukan pengangkatan bangkai kapal, pengamat transportasi
dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno
menyatakan, maka harus dilakukan pemeriksaan.
Menurut Djoko, pemeriksaan penting dilakukan terhadap bangkai KM Sinar Bangun, namun juga penting dilakukan terhadap semua kapal motor yang beroperasi di perairan Danau Toba.
Menurut Djoko, pemeriksaan penting dilakukan terhadap bangkai KM Sinar Bangun, namun juga penting dilakukan terhadap semua kapal motor yang beroperasi di perairan Danau Toba.
"Semua kapal yang ada di (Danau) Toba diaudit keselamatannya," kata Joko ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (26/6/2018).
(Tribunmedan.com)
Post a Comment
Facebook Disqus